Kamis, 02 Februari 2012

PENDALAMAN: “Kekudusan Allah”:

Jumat, 3 Februari 2012

Bunyi perdagangan dan tawar- menawar telah berhenti. Perasaan kagum menguasai himpunan itu. Adalah seolah-olah mereka didakwa di hadapan meja pengadilan Allah untuk memberi jawab atas segala perbuatan mereka. Ketika memandang kepada Yesus mereka melihat Keilahian memancar dari jubah kemanusiaan. Yang Maha Besar dari surga berdiri sebagaimana hakim akan berdiri kelak di akhirat, kini bukannya dikelilingi dengan kemuliaan yang kelak akan menyertai Dia, melainkan dengan kuasa yang sama untuk membaca jiwa. Mata-Nya menatap orang banyak itu, dan memperhatikan setiap orang. Perawakan-Nya nampak menjulang diatara mereka dengan keagungan yang penuh kuasa dan cahaya Ilahi menerangi wajah-Nya. Ia berbicara, dan suara-Nya terang dan nyaring itu -- yaitu suara yang di atas Gunung Sinai mengumumkan Taurat yang dilanggar oleh imam-imam dan penghulu-penghulu itu—terdengar menggema melalui segala kubah bait suci itu: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan’.

“Dengan perlahan-lahan turun dari tangga itu, serta mengangkat cambut tali yang terkumpul ketika masuk dalam ruangan itu, disuruhnya orang-orang yang sedang tawar-menawar pergi dari pekarangan Bait Suci itu. Dengan semangat dan kekerasan yang belum pernah ditunjukan-Nya dahulu, dibalikkan-Nya meja orang-orang yang sedang tukar-menukar uang itu … Tidak seorangpun berani menanyai wewenang-Nya … Yesus tidak menyesah mereka dengan cambuk itu, tetapi pada tangan-Nya cambuk yang sederhana itu napaknya dasyat seperti sebilah pedang yang berkilau-kilauan. Para pegawai Bait Suci, imam-imam yang berspekulasi, para tengkulak, pedagang dan pedagang ternak beserta segala domba-domba dan lembu-kambing mereka, berlarian kucar-kacir dari tempat itu, dengan satu-satunya pikiran hendak melepaskan diri dari hukuman hadirat-Nya.” – Ellen G.White, Alfa dan Omega, Jilid 5, Halaman 158,159.



PERTANYAAN UNTUK DIDISKUSIKAN:

1. Dalam kelas, lihatlah jawaban Anda untuk pelajaran hari Senin pertanyaan terakhir. Apakah perbedaan utama antara kita dan Allah yang kudus? Jika ada, apakah cara untuk menghapuskan perbedaan itu?

2. Menurut pelajaran pekan ini, mengapa lebih mudah melihat kebenaran diri dan kepuasan diri, khususnya mengenai keadaan rohani yang dimiliki seseorang, dan mengapa ini merupakan tipuan yang sangat berbahaya?

3. Pikirkan seseorang yang anda tahu “kudus”, yang terlihat tulus, jujur, bersih dan seterusnya: seorang yang sungguh-sungguh “memisahkan diri” dari kebanyakan orang. Bagaimanakah respon Anda kepada orang itu? Apakah dia membuat Anda merasa baik atau buruk, dan mengapa?



RANGKUMAN: Boleh jadi lebih enak berfokus hanya pada kasih Allah daripada kekudusan-Nya. Memahami kekudusan Allah, dan keberdosaan kita, sangat penting untuk menolong kita mengerti secara keseluruhan arti pendamaian itu, mengapa hal itu mutlak diperlukan dan mengapa sangat mahal harganya.



...